Awas, Pekerja rentan akanToxic Productivity
"Toxic Productivity adalah dorongan untuk menjadi produktif setiap saat—tidak hanya di tempat kerja, namun di semua bidang kehidupan. Hal ini terjadi ketika Anda memaksakan diri ke kondisi ekstrem yang tidak sehat untuk mencapai lebih banyak hal, seringkali dengan mengorbankan kesehatan fisik dan mental"
Nusamed,Surabaya - Para Pekerja muda yang menderita Toxic Productivity kehilangan semua kemampuan untuk menjaga keseimbangan kehidupan kerja. Mereka begadang semalaman, menghindari waktu luang, dan membebani jadwal mereka secara berlebihan untuk memastikan mereka menonjol di antara teman-temannya. Gaya hidup yang melakukan lebih banyak didorong oleh keyakinan bahwa mencurahkan seluruh diri mereka ke dalam pekerjaan, sekolah, hobi, adalah satu-satunya cara untuk mencapai kesuksesan.Menjadi produktif di tempat kerja adalah hal yang positif. Sayangnya, ada saatnya Productivity bisa menjadi Toxic, sehingga memengaruhi kesehatan fisik dan mental karyawan.
Toxic Productivity memiliki nama lain – workaholism, Ini adalah sebuah kecanduan dan sesuatu yang tidak dapat dihilangkan oleh kebanyakan orang karena mereka merasa harus terus-menerus melakukan sesuatu yang produktif, meskipun itu bukan pekerjaan.
Menurut Israa Nasir dalam bukunya Toxic Productivity: Reclaim Your Time and Emotional Energy in a World That Always Demands More, menyebutkan Toxic Productivity diperuntukkan bagi mereka yang terlalu berkomitmen secara kronis, mereka yang secara kompulsif berprestasi berlebihan, dan mereka yang selalu mengkritik diri sendiri. Setelah pengidap Toxic Productivity selesai melakukan suatu pekerjaan mereka mungkin akan merasa bersalah karena tidak mengerjakannya dengan lebih baik atau lebih banyak. Bagi pengidap, tidak pernah ada kata cukup.
Burnout dan beban kerja yang berlebihan
Toxic Productivity tidaklah sehat, dan seiring berjalannya waktu, hal ini dapat menyebabkan kualitas kerja yang lebih rendah. Toxic Productivity menyebabkan kelelahan, kesehatan fisik dan mental dapat terganggu. Burnout juga dikaitkan dengan kelelahan dan gangguan kognitif, yang dapat berdampak negatif terhadap performa kerja. Semakin banyak pekerja yang mengalami burnout, maka semakin sedikit pula yang dapat mereka capai, sehingga beban kerja yang terlalu besar justru dapat menghambat produktivitas.
Bagaimana memerangi Toxic Productivity Sayangnya, tempat kerja sering kali melahirkan budaya Toxic Productivity . Para pemimpin bisnis mungkin tidak menyadari bahwa mereka melakukan hal tersebut, namun mereka harus mengetahui tanda-tanda peringatan untuk membantu melindungi pekerja mereka dan, pada gilirannya, membantu kesuksesan bisnis mereka.
Berikut beberapa cara mudah untuk memerangi Toxic Productivity di tempat kerja:
- 1. Kembangkan lingkungan kerja yang sehat
Lingkungan kerja yang sehat mendorong keseimbangan kehidupan kerja, memprioritaskan perawatan diri, dan meningkatkan kreativitas.
Lingkungan kerja juga harus mendorong komunikasi dan dukungan terbuka. Selain itu, harus menumbuhkan budaya perusahaan yang positif dan inklusif. Dinamika tim sangat penting untuk bisnis apa pun, sehingga manajer harus menentukan cara terbaik untuk memastikan kebutuhan pekerjanya terpenuhi.
- 2. Tetapkan ekspektasi dan batasan yang realistis
Pekerja harus menetapkan ekspektasi yang realistis untuk diri mereka sendiri dan batasan dalam bisnis.
- 3. Ciptakan budaya produktivitas yang sehat
Produktivitas yang sehat dapat mendukung bisnis secara keseluruhan dengan memastikan pekerja menyelesaikan semua tugas mereka. Sayangnya, ada garis tipis antara produktivitas yang sehat dan Toxic Productivity . Mengetahui batasan tersebut dan mengidentifikasi produktivitas beracun dapat membantu para pekerja mengatasi apa yang membuat kelelahan atau meningkatkan stres.
Referensi
Forbes Business Council, diakses pada tahun 2024 : When Productivity Turns Toxic: How To Avoid Excessive Output At Work